Breaking News

Ironi Dunia Pendidikan Tinggi: Realita di Balik Profesi Dosen

Penulis : Arie Melani P, S.T., S.IP., M. Si  

(DOSEN STISIP WIDYAPURI MANDIRI) 

Inibaca | Sukabumi

Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian serta Pengabdian Kepada Masyarakat merupakan tiga kegiatan utama yang wajib dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang disebut juga Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dosen berperan sebagai aktor utama dalam mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dosen harus selalu "up to date" , mengikuti perkembangan zaman, mampu beradaptasi dan bertumbuh seiring dengan perkembangan zaman. Beberapa faktor penting dalam upaya memaksimalkan peran dan tugas dosen dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah dengan kolaborasi aktif, pendekatan komprehensif dan evaluasi terhadap beban kerja dan profesionalisme dosen. Profesionalisme dosen bukan hanya tentang mengajar tetapi juga tentang etika, integritas dan komitmen untuk terus berkembang. Sebagai pendidik dan pembimbing, dosen memiliki peran besar dalam mencetak generasi penerus yang berkualitas, oleh karena itu menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan dosen adalah langkah penting dalam meningkatkan mutu pendidikan.  


Tetapi bagaimana ketika norma institusional lebih mengutamakan kesetiaan pada pimpinan daripada integritas akademik? Individu akan cenderung menyesuaikan perilakunya untuk menghindari konflik, selain itu pertempuran untuk jabatan mencerminkan pengaruh motivasi sosial yang mendasari tingkah laku individu sehari-hari menurut teori  "McClelland" ,  yaitu salah satunya adalah kebutuhan akan kekuasaan ( need for power ). Dunia pendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat yang menjunjung tinggi meritokrasi, sering kali tidak luput dari praktik nepotisme dan politik kampus. Beberapa posisi strategis di perguruan tinggi tidak jarang diduduki oleh individu yang memiliki kedekatan pribadi dengan pihak tertentu berdasarkan "like and dislike" bukan berdasarkan kompetensi dengan kata lain mengabaikan profesionalisme, akibatnya pendidikan tidak lagi menjadi tempat pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini menciptakan kesenjangan antara dosen yang bekerja keras dan mereka yang mendapatkan keistimewaan karena hubungan pribadi.  

 Ironi yang melingkupi dunia pendidikan tinggi menunjukkan perlunya perubahan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia. Untuk keluar dari circle negatif ini diperlukan upaya untuk mereformasi sistem, termasuk membangun budaya integritas, transparansi dan penghargaan terhadap kebebasan akademik. Dengan demikian pendidikan tinggi dapat kembali menjadi pilar pembentukan moral dan intelektual masyarakat di Indonesia. 

Type and hit Enter to search

Close