Breaking News

Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie(Wetboek van Strafrecht) Art 372 “Verduistering Delict” een Art 374.

Inibaca-online | Sukabumi 


Oleh : 

Assistant Professor(ProfAsst)Dr(yuris)Youngky Fernando, S.H.,M.H. 

Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur Jakarta 

Dosen Pembimbing & Dosen Penguji S1, S2(Pelaksana) S3(Membantu) 

Tahun 2019 Pangkat Lektor(Assistant Professor) Golongan Penata III/c 

Dosen Program Pascasarjana(S2 - S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur 

Ahli Ilmu Hukum Pidana Awal 2017 s/d Kini Telah Beracara 125 Kali 

Surat Keputusan MenRisTekDikTi-RI Nomor: 2256/K4/DK/PAK/2017 dan Surat Keputusan MenRisTekDikTi-RI Nomor: 1095/K4/KP/2018 dan  Surat Keputusan MenRisTekDikTi-RI Nomor: 1693/L4/KP/2019 dan  Surat Keputusan MenRisTekDikTi-RI Nomor: 164/M/KPT/2019. 

Dosen S.T.I.K(Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian) Berdasarkan Surat Keputusan Ketua S.T.I.K-LEMDIKLAT POLRI. IRJENPOL. Drs. Yazid Fanani, M.Si. Nomor: Kep/70/IX/ 2022. Tanggal 07 September 2022. Penunjukan Tim Dosen Pengampu Semester-VII-Prodi-S1. S.T.I.K-LEMDIKLAT POLRI Angkatan Ke80/WPT Tahun Ajaran 2022 - 2023. Juncto Surat Ketua Nomor: B/380/VI/ DIK.8.2.8/2020/STIK. Tanggal 26 Juni 2020. Juncto Surat Ketua Nomor:  B/614/IX/DIK.8.2.8/2020/STIK. Tanggal 15 Oktober 2020. Dosen Penguji Doktoral(Prodi S3) S.T.I.K-LEMDIKLAT-POLRI. Angkatan Ke1  

Praktisi Hukum Pidana Sejak Tahun 2001 dan Dosen Ilmu Hukum Pidana Sejak Tahun 2009 dan Ahli Ilmu Hukum Pidana Sejak Tahun 2017. 

 

Tindak Pidana.  

Menurut Bahasa latin, Delicta atau Delictum, dikenal dengan istilah Strafbarfeit. Kata “Strafbarfeit”  melahirkan berbagai istilah yang berbeda– beda dari para ahli hukum, sesuai dengan sudut pandangnya. Ada yang menerjemahkan dengan Perbuatan Pidana, Tindak Pidana, dan sebagainya. Menurut Etimologi, “Tindak Pidana” adalah Perbuatan Kriminal, perbuatan yang diancam dengan hukuman. Pengertian ilmu hukum, “Tindak Pidana” dikenal dengan istilah “Criminal”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) kata “Pidana” berarti hukuman atas kejahatan tentang pembunuhan, perampokan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kata “Mempidana” berarti menuntut berdasarkan hukum pidana, menghukum seseorang karena melakukan tindak pidana. “Dipidana” berarti dituntut berdasarkan hukum pidana, dihukum berdasarkan hukum pidana, sehingga “Terpidana” berarti orang yang dikenai hukuman. Beberapa istilah untuk “Tindak Pidana” antara lain “Delict”. “Tindak Pidana” berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Kata “Delict” berasal dari bahasa latin “Delictum” digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan “Strafbaarfeit” atau “Tindak Pidana dan Pertanggungjawabannya” (Lamintang: 1983). Menurut R. Tresna (1995 : 7) bahwa “Peristiwa Pidana” itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-undang, terhadap perbuatan tersebut diadakan tindakan penghukuman. “Peristiwa Pidana” itu mempunyai syarat : a. Ada perbuatan manusia; b. Perbuatan tersebut digambarkan dalam ketentuan hukum; c. Adanya “dosa” yang dapat dipertanggungjawabkan; d. Perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum; e. Perbuatan tersebut terancam hukuman dalam undang-undang. Menurut L. J Van Apeldoorn (Bambang Pornomo, 1987 : 92) “Peristiwa Pidana” memiliki dua segi : Segi Obyektif dan Segi Subyektif . “Delik dari Segi Obyektif” peristiwa pidana adalah tindakan (berbuat atau tidak berbuat) yang  bertentangan dengan hukum positif, jadi yang bersifat tanpa hak yang menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Unsur yang perlu sekali untuk peristiwa pidana (delik dari sudut obyektif) adalah sifat tanpa hak (onrechmatigheid), yakni sifat melanggar hukum. “Delik dari Segi Subyektif” peristiwa pidana adalah segi “Kesalahan” (schuldzijde) akibat yang tidak diinginkan undang–undang, yang dilakukan oleh pelaku dapat diberatkan. Karena itu maka tidak dapat dihukum, mereka melakukan perbuatan yang tidak dapat diberatkan padanya, karena otak lemah atau karena terganggu akalnya. Menurut Pompe (Bambang Poernomo, 1987 : 91) bahwa  “Strafbarfeit” dibedakan : 


a. Dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Definisi menurut Teori memberikan pengertian “Strafbarfeit” adalah suatu pelanggaran norma hukum yang dilakukan karena “Kesalahan” si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum; 

b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “Strafbarfeit” adalah suatu “Kejadian” (fiet) yang oleh undang undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Menurut J.E. Jonkers (Bambang Pornomo, 1987 : 91) memberikan definisi “Strafbarfeit” menjadi dua pengertian: 

a. Definsi Pendek memberikan pengertian “Strafbarfeit” adalah suatu “Kejadian”(feit) yang  dapat diancam pidana oleh undang undang; 

b. Definisi Panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “Strafbarfeit” adalah suatu  kelakuan yang “Melawan Hukum” dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.  Menurut Vos (Andi Zainal Abidin Farid, 1995 : 225) memberikan definisi “Strafbarfeit” adalah kelakuan atau tingkah laku manusia yang oleh peraturan perundang–undangan diberikan pidana. Menurut Moeljatno (1985 : 37) “Perbuatan Pidana” perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang juga disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa melanggar larangan. “Perbuatan Pidana” adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana, larangan tersebut ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Menurut Moeljatno. “Perbuatan Pidana”. Menurut Asas Causalitas : Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan erat, karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu harus ada hubungan yang erat pula, yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Suatu kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkannya bukanlah orang. Seseorang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakaikanlah perkataan Perbuatan, yaitu pengertian abstrak yang menunjukan kepada dua keadaan kongkrit yaitu adanya Kejadian yang tertentu dan Adanya Orang yang menimbulkan kejadian itu. Menurut Moeljatno (1985 : 38) terdapat lima unsur “Perbuatan Pidana” : 

1. Kelakuan dan akibat; 

2. Ihwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; 

3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;      

4. Unsur melawan hukum yang objektif;  

5. Unsur melawan hukum yang subjektif. Jika orang telah melakukan perbuatan pidana, belum tentu dapat dijatuhi pidana sebab masih harus dilihat, Apakah orang tersebut dapat disalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya sehingga orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana ?. Dengan demikian, orang yang telah melakukan perbuatan pidana tanpa adanya kesalahan, maka orang tersebut tidak dapat dipidana sebagaimana dimaksud oleh Asas Hukum “Geen straf zonder schuld” Tidak ada pidana tanpa kesalahan. Menurut Simons dikutip Moeljatno(1985 : 40) “Schuld atau Kesalahan atau Pertanggungjawaban”. Keadaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatannya.    

Strafbarfeit.  

Manusia Pelanggar Kepentingan Hukum (Schending of Krenking van een Rechts Belang) atau Manusia Membahayakan Kepentingan Hukum (Het Gevaar Brengen van een Rechts Belang). KEPENTINGAN HUKUM adalah :                    

1. KEPENTINGAN PRIBADI (Individoele Belangen): 

a. Kepentingan Hak atas Jiwa (Leven Belangen) sebagaimana dimaksud Pasal 338 KUHPidana. Tentang Pembunuhan; 

b. Kepentingan Hak atas Badan (Lijf Belangen) sebagaimana dimaksud Pasal 351 ayat(2) KUHPidana. Tentang Penganiayaan; 

c. Kepentingan Hak atas Kehormatan atau Nama Baik (Eer Belangen) sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat(1) KUHPidana. Tentang Penghinaan atau Penistaan atau Pencemaran Namabaik; 

d. Kepentingan Hak atas Kemerdekaan (Vrijheid Belangen) sebagaimana dimaksud Pasal 328 KUHPidana. Tentang Penculikan;                   

e. Kepentingan Hak atas Harta Benda (Vermongen Belang) sebagaimana dimaksud Pasal 362 KUHPidana. Tentang Pencurian.  

2. KEPENTINGAN UMUM (Maatsch Appelijke Belangen): 

a. Kepentingan Hak Ketentraman Hidup;  

b. Kepentingan Hak atas Keamanan Hidup. sebagaimana dimaksud Pasal 156 KUHPidana. Tentang Permusuhan dan Kebencian; 

c. Kepentingan Hak Jaminan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat. UUD 1945. 

3. KEPENTINGAN NEGARA(Staats Belangen): 

a. Kepentingan Keamanan dalam dan luar negeri; 

b. Kepentingan Kedaulatan Negara sebagaimana dimaksud Pasal 106 KUH 

Pidana. Tentang Makar. ------------------------------------------------------------------- 

Teori Kemanfaatan Hukum.  

Menurut Rudolf von Jhering. Abad 19 Masehi. Menurut Aliran Utilitarian. “Tujuan Hukum” Melindungi Kepentingan Hukum. Menurut Roscoe Pound. Menurut Aliran Sociological Jurisprudence. “Hukum” adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat. “Hukum” melindungi kepentingan umum atau negara dan melindungi kepentingan masyarakat serta melindungi kepentingan individu. ------------------------------------------------------- Fungsi Hukum Pidana.  

Melindungi Kepentingan Hukum, dalam Teori Ilmu Hukum Pidana, terdapat hubungan yang tak terpisahkan antara Subjek Delict atas Kepentingan Hukum Versus Orgaan Delict atas Barang Bukti Versus Objek Delict atas Hasil Kejahatan Versus Victim Delict atas Kepentingan Hukum. ------------------------ SUBJEK HUKUM(Rechts Subyek).  

“Setiap orang atau Barangsiapa” yang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid). Menurut Prof. Subekti, “Subyek Hukum” adalah pembawa hak atau subyek didalam hukum, yaitu orang. Menurut Prof. Sudikno “Subyek Hukum” adalah segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum. Pendukung hak dan kewajiban di dalam hukum hanyalah subyek hukum, dan yang termasuk kategori “Subyek Hukum” adalah: 

1. Manusia (orang/persoon);   

2. Badan Usaha yang berbadan hukum (rechtpersoon); 

3. Jika keperluannya menghendaki maka janin yang masih didalam kandungan pun dapat dikategorikan sebagai subyek hukum. Seseorang mulai disebut sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban sejak dilahirkan sampai dengan meninggal dunia dengan mengingat Menurut Pasal 2 KUHPerdata(BW) : “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tidak pernah ada. Jadi, seorang anak yang masih di dalam kandungan seorang wanita atau ibunya juga sudah dianggap sebagai subyek hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak menghendakinya”.  Menurut Pasal 836 KUHPerdata(BW) : “Dengan mengingat akan ketentuan dalam Pasal 2 kitab ini, supaya dapat bertindak sebagai waris, seorang harus telah ada, pada saat warisan jatuh meluang”. Menurut Pasal 899 KUHPerdata(BW) : “Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat, seorang harus telah ada, tatkala yang mewariskan meninggal dunia”. ------------------------------------ Dengan Sengaja atau Opzet atau Dolus. 

Menurut Teori Kehendak (wills theorie) Menurut Robert von Hippel. Jerman 1903. Die Grenze von Vorzatz und Fahrlassigkeit. “Sengaja” adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari perbuatan itu sehingga dengan kata lain apabila seseorang melakukan perbuatan yang tertentu, tentu saja melakukannya itu kehendak menimbulkan akibat tertentu pula karena ia melakukan perbuatan itu justru dapat dikatakan bahwa ia menghendaki akibatnya atau pun hal ikhwal yang menyertai. Menurut Memorie van Toelichting : de (bewuste) richting van den wil op een bepaald misdrijf. Kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan. “Opzet / Sengaja” sama dengan “Willens / Hendak” dan “Wetens / Mengetahui”. Menurut Van Hattum. “Willens / Hendak” tidak selalu  sama dengan “Wetens / Mengetahui”. Contoh. Seseorang berbuat belum tentu ia memiliki “Kehendak / Willens”. Karena akibatnya belum tentu ia “Mengetahui / Wetens”, apa yang akan terjadi ?. Apakah yang ia “Kehendaki / Willens” akibatnya ataukah apa yang akan terjadi ?.  Karena ia tidak akan “Wetens / Mengetahui” akibat apa yang akan terjadi. Menurut Teori Membayangkan (Vorrstelling Theorie) 

Menurut Reinkard Frank 1907. Vorstelung un Wille in der Moderner Doluslehre. tidaklah mungkin sesuatu akibat atau hal ikhwal yang menyertai itu tidak dapat dikatakan oleh pembuatnya tentu dapat dikehendakinya pula karena manusia hanya dapat membayangkan atau menyangka terhadap akibat atau hal ikhwal yang menyertai. Menurut Prof. Moelyatno. Menurut Voorstellings Theorie lebih memuaskan karena dalam kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan (gambaran) di mana seseorang untuk menghendaki sesuatu lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan (gambaran) tentang sesuatu itu, lagi pula kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuannya perbuatan. 

“Sengaja atau Dolus” dalam rumusan KUHPidana : 

1."Dengan Sengaja" sebagaimana dalam Pasal 338 KUHPidana; 

2. "Mengetahui” sebagaimana dalam Pasal 220 KUHPidana; 

3. "Tahu tentang" sebagaimana dalam Pasal 164 KUHPidana dan Pasal 362 KUHPidana dan Pasal 378 KUHPidana dan Pasal 263 KUHPidana; 

4. "Dengan Maksud" sebagaimana dalam KUHPidana; 

5. "Niat" sebagaimana Pasal 53 KUHPidana; 

6. "Dengan Rencana lebih dahulu" sebagaimana dalam Pasal 340 KUHPidana dan Pasal 355 KUHPidana(saat pemikiran tenang; berpikir dengan tenang; direnungkan lebih dahulu; ada waktunya antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik). Menurut Von List (Sarjana Jerman). Menurut Van Hammel (Sarjana Belanda). Menurut “Voorstellings Theorie / Teori Pengetahuan”. tindakannya dan akibatnya dapat   diketahui akan terjadi. Menurut “Teori Kesengajaan”. Sengaja sebagai Maksud atau Tujuan (opzet als oogmerk) Pembuat menghendaki akibat perbuatannya dan tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya. Contoh. A memecahkan kaca etalase sebuah penjual emas agar supaya dapat mengambil emas yang dipamerkan. Adapun Memecahkan kaca dilakukan dengan sengaja sebagai maksud. Akibat perbuatan A ialah pecahnya kaca yang dikehendakinya supaya A dapat mengambil emas. Andai kata A mengetahui bahwa kaca tidak akan pecah kalau dipukulnya, maka sudah tentu ia tidak akan melakukan perbuatan itu. Sengaja A dalam memecahkan kaca adalah sengaja sebagai maksud, selanjutnya mengambil emas menjadi bayangan yang ditimbulkan setelah kaca pecah sehingga perbuatan memecahkan adalah maksud A sedangkan mengambil emas sesudah pecah kaca menjadi motif atau alasan. Menurut “Teori Kesengajaan”. Sengaja sebagai Kesadaran (Keinsyafan) akan Keharusan atau Sadar akan Kepastian. Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) akan keharusan atau sadar akan kepastian atau opzet bij zekerheidsbewustzijn, yaitu pembuat yakin bahwa akibat yang dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yang tidak dimaksud seperti Contoh. A adalah pemilik sebuah Kapal Motor Pesiar oleh karena ingin mendapatkan asuransi atas kapal tersebut, maka A mempunyai rencana untuk meledakkan mesin kapal di laut lepas. Adapun maksud langsung A adalah diterimanya uang asuransi, akan tetapi secara manusiawi dapat dikatakan bahwa maksud langsung itu berkaitan erat dengan tenggelamnya kapal serta penumpang kapal yang dengan kata lain A menyadari akan kepastian atau keharusan akan tenggelamnya kapal beserta penumpangnya. Jadi  kesengajaan meliputi juga pembunuhan orang - orang yang berada di kapal itu sehingga memperoleh asuransi merupakan maksud yang berfungsi juga sebagai motif atau alasan. Walaupun ia tidak menginginkan kematian penumpang kapal itu, akan tetapi ia menyadari bahwa mereka itu akan  mati. Sengaja sebagai Kesadaran (Keinsyafan) akan Kemungkinan. Sengaja sebagai kesadaran(keinsyafan) akan kemungkinan atau opzet bij mogelijkheids bewutzijn atau dolus eventualis, yakni pembuat sadar bahwa mungkin akibat yang tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yang dimaksudnya. Menurut Hazewinkel Suringa : 

1. Sengaja  dengan  kemungkinan sekali terjadi;  

2. Sengaja dengan kemungkinan terjadi atau sengaja bersyarat (dolus eventualis). Contoh.  A dan si B adalah pasangan suami istri, oleh suatu sebab yang bukan karena perceraiannya A dan B terpisah. Kemudian A kawin dengan C, walaupun ia belum memperoleh kabar resmi bahwa B istrinya yang pertama benar telah meninggal dunia. Dalam peristiwa tersebut, oleh karena tidak ada kabar positif tentang kematian B, hal mana A tidak pasti mengetahui apakah dengan mengawini C, A telah melakukan delik bigami. Akan tetapi A hanya dapat menduga akan masih hidupnya B (istri pertama) karena tidak ada alasan untuk menduga bahwa istri pertamanya sudah mati. Dalam hal ini A mempunyai keinsyafan akan sesuatu kemungkinan adapun perihal tidak memperoleh berita tersebut merupakan ukuran objektif untuk menarik kesimpulan bahwa A tidak pasti mengetahui apakah B sudah meninggal atau belum. Dikatakan objektif karena kawin lagi dengan C walaupun belum memperoleh informasi tentang kematian B yang pada umumnya merupakan hal yang mewujudkan delik bigami. 

Kesengajaan A paling kurang sudah termasuk sengaja sadar akan kemungkinan, oleh karena ia dapat membayangkan kemungkinan akan tidak matinya B, namun ia tidak mengurungkan niatnya untuk kawin dengan C. Menurut “Teori Waarschijnlijk atau Kemungkinan Besar” berdasarkan ukuran objektif bahwa tiada seorang pun yang dapat mengetahui pasti tentang akibat perbuatannya sebelum terwujud akibat perbuatannya. Keadaan yang menyertai perbuatan tidak dapat diketahui dengan pasti sebelum akibat terwujud, pembuat hanya menduga akibat perbuatan atau keadaan yang menyertainya. Menurut Inkauf Nehmen. 

Menurut “Teori Dolus Eventaulis atau Teori Apa Boleh Buat” bahwa sesungguhnya akibat atau keadaan yang diketahui kemungkinan akan adanya, tidak disetujui. Akan tetapi meskipun demikian untuk mencapai apa yang dimaksud, resiko akan timbulnya akibat atau keadaan disamping maksudnya itupun diterima. Menurut Prof. Moeljatno dengan sebab resiko yang diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh - sungguh timbul di samping hal yang dimaksud apa boleh buat dia juga berani pikul resikonya. Jadi untuk adanya kesengajaan diperlukan adanya dua syarat: 

1. Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat atau keadaan yang merupakan delik; 

2. Sikapnya terhadap kemungkinan itu andai kata sungguh timbul  ialah apa boleh buat dapat disetujui dan berani mengambil resiko.-------------------------------------------------- “Kesalahan” 

Adalah suatu perbuatan melawan hukum yang tidak terdapat : Alasan Pemaaf (Perbuatan melawan hukum dan merupakan tindak pidana, tetapi  perbuatannya tidak tercela di masyarakat, maka tidak dapat di pidana, karena tidak terdapat kesalahan atau tidak tercela) sebagaimana dimaksud Pasal 48 KUHPidana dan Pasal 49 ayat(2) KUHPidana dan Pasal 51 ayat(2) KUHPidana. Adalah suatu perbuatan melawan hukum yang tidak terdapat Alasan Pembenar(Perbuatannya yang dibenarkan berdasarkan) sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat(1) KUH Pidana dan Pasal 50 KUHPidana dan Pasal 51 ayat(1) KUHPidana. Adalah suatu perbuatan melawan hukum dan terdapat kemampuan bertanggungjawab yang tidak termasuk sebagaimana yang dimaksud Pasal 44 KUHPidana.----------------- Perbuatan Melawan Hukum(PMH) 

Art 1401 Burgerlijk Wetboek 1827(Staatsblaad 23 Tahun 1847): “Elke onrechthamatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”. Juncto Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek Hindia-Belanda (Koninklijk Besuit 10 April 1838. Staatblad 1838 Nomor 12. Berlaku 01 Oktober 1838 via Pengumuaman Gubernur Jenderal Hindia-Belanda 03 Desember 1847. 

Berlaku 01 Mei 1848) Menurut Soebekti. “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Unsur Unsur P.M.H : 

1. Ada Perbuatan(aktif maupun pasif); 

2. Perbuatan Melawan Hukum :  

a. perbuatan melanggar undang-undang; 

b. Perbuatan melanggar hak orang lain(hak pribadi, hak kekayaan, hak kebebasan, hak kehormatan, hak nama baik) yang dilindungi undang undang; 

c. Perbuatan bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku; 

d. Perbuatan bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden);        

e. Perbuatan bertentangan dengan sikap baik di masyarakat dengan memperhatikan kepentingan orang lain (asas    kepatutan)   

3. Ada Kesalahan : 

a. Sengaja; b. Lalai; c. Tidak ada alasan pembenar. d. Tidak ada alasan pemaaf. Penghapus Kesalahan Di luar Undang-Undang : a. Hak orangtua atas anakanaknya atau hak guru atas muridnya; b. Hak atas jabatan; c. Adanya ijin dari korbannya; d. Mewakili orang lain; e. Tidak ada unsur sifat melawan hukum materiil; f. Tidak ada kesalahan. 

4. Adanya Kerugian(materiil atau immateriil).  “Benda atau Barang”.  Menurut Burgerlijk Wetboek Hindia-Belanda (Koninklijk Besuit 10 April 1838. Staatblad 1838 Nomor 12. Berlaku 01 Oktober 1838 via Pengumuaman Gubernur Jenderal Hindia-Belanda 03 Desember 1847. Berlaku 01 Mei 1848) Pasal 504 : Benda atau Barang. dibedakan menjadi dua : Benda Bergerak(Pasal 509 – Pasal 518) dan Benda Tak Bergerak (Pasal 506 – Pasal 508)---------------  Benda Tak Bergerak (onroerend) Pertama, karena sifatnya, Kedua, karena tujuan pemakaiannya, Ketiga, karena ditentukan undang-undang.------------------  Benda Tak Bergerak karena sifatnya,  tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil.---------------------  

Benda Tak Bergerak karena tujuan pemakaiannya, segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. ------------------------------------ Benda Tak Bergerak ditentukan undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak. ------------------------------------- Suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. ------------------------------------------- Benda Bergerak karena sifatnya benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, misalnya barang perabot rumah tangga. ------------------------------------------------------------------------------ Benda Bergerak karena undang-undang ialah misalnya Vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara. ----------------------------------------------- 

Menurut Frieda Husni Hasbullah. “Benda Bergerak” dibagi dalam dua golongan : Benda Bergerak karena sifatnya, benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan, misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi (Pasal 509). Termasuk kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510). “Benda Bergerak karena Undang-undang” (Pasal 511) misalnya 

1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak; 

2. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan; 

3. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;

4. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain. --------------------------- Hukum Benda. keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda dan hak kebendaan. Menurut Titik Triwulan Tutik, suatu ketentuan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan dan Barang-barang Tak Berwujud (immaterial). Hukum harta kekayaan mutlak disebut juga dengan hukum kebendaan, yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara seseorang dengan benda. Hubungan hukum ini, melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) yakni, yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak menguasai sesuatu benda di dalam tangan siapapun benda itu. ----------------------------------- 

Pengertian hukum kekayaan relatif yang merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, yaitu : ketentuan yang mengatur utang piutang atau yang timbul karena adanya perjanjian. Hukum harta kekayaan relatif disebut juga dengan hukum perikatan. Yaitu : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang lain. Hubungan hukum ini menimbulkan hak terhadap seseorang atau perseorangan (personalijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseorang untuk menuntut seseorang yang lain untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Menurut P.N.H. Simanjuntak, “Hukum Benda” adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak. Menurut Prof. Soediman Kartihadiprojo, “Hukum Kebendaan” ialah semua kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak-hak atas benda. Menurut Prof. L.J Van Apel Doorn, “Hukum Kebendaan” adalah peraturan mengenai hak-hak kebendaan. Menurut Prof Sri Soedewi Masjchoen Sofwan ruang lingkup yang di atur dalam “Hukum Benda” apa yang diatur dalam dalam hukum benda itu ?. Pertama-tama hukum benda itu mengatur pengertian dari benda, kemudian pembedaan macam-macam benda dan macam-macam hak kebendaan. ------------ 

Macam-macam Benda :  

a. Benda Tak Bergerak (anroe rende zaken) dan Benda Bergerak (roerendes zaken); 

b. Benda Berwujud(luchamelijke zaken) dan Benda Tak Berwujud(onlichme Lijke Zaken); 

c. Benda Dapat Habis (verbruikbare zaken) atau Benda Tak Dapat Habis; 

d. Benda Telah Ada (tegenwoordige zaken) dan Benda Akan Ada (taekomstige zaken); 

e. Benda Dalam Perdagangan (zaken in de handel) dan Benda Diluar Perdagangan (zaken buiten de handel);  

f. Benda Dapat Dibagi (deelbare zaken) dan Benda Tak Dapat Dibagi (ondeelbare zaken); 

g. Benda Dapat Diganti (vervangbare zaken) dan Benda Tak Dapat diganti (onvervange zaken) pasal 1694 KUH Perdata. ------------------------------------------------------------------------------------- Benda Tak Bergerak Menurut Sifatnya : 

a. Tanah; 

b. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang (seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang belum dipetik, dan sebagainya); 

c. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan diatas tanah, yaitu karena tertanam dan terpaku seperti tanaman. -------------------------------------------------- 

Benda Tak Bergerak Menurut Pemakaiannya: 

a. Pabrik ; segala macam mesin-mesin katel-katel dan alat-alat lain yang dimaksudkan supaya terusmenerus berada disitu untuk digunakan dalam menjalankan pabrik;                     

b. Perkebunan ; segala sesuatu yang dapat digunakan rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam dan lain-lain;

c. Rumah kediaman ; segala kacak, tulisan-tulisan, dan lain-lain serta alat-alat untuk menggantungkan barang-barang itu sebagai bagian dari dinding, sarang burung yang dapat dimakan (walet); 

d. Barang Reruntuhan Bangunan, apabila dimaksudkan untuk dipakai guna untuk mendirikan lagi bangunan itu.-------------------------------------------------------------   

Benda Tak Bergerak Menurut Undang-undang : a. Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak (seperti : hak opstal, hak hipotek, hak tanggungan dan sebagainya);  b. Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas (WvK).-------------------------------------------------------------------------------  

Benda Bergerak Menurut Sifatnya : kendaraan (seperti : sepeda, sepeda motor, mobil); alat-alat perkakas (seperti : kursi, meja, alat-alat tulis). --------------------- 

Benda Bergerak Menurut  Undang-undang : segala hak atas benda-benda bergerak. Misalnya : hak memetik hasil, hak memakai, hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang, hak menuntut dimuka pengadilan agar uang tunai atau benda-benda bergerak diserahkan kepada seseorang (penggugat), dan lain-lain.--------------------------------------------------------------------------------------  

Perbedaan Benda Bergerak dan Tak Bergerak :

1. Mengenai hak bezit; Untuk benda bergerak yang menentukan, barang siapa yang menguasai benda bergerak dianggap ia sebagai pemiliknya. 

2. Mengenai pembebanan (bezwaring); Terhadap benda bergerak harus digunakan lembaga jaminan gadai. Sedangkan benda tak bergerak harus digunakan lembaga jaminan hyphoteek(pasal 1150 dan pasal 1162 BW). 

3. Mengenai penyerahan (levering); Pasal 612 BW : penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata. Pasal 616 BW (penyerahan benda tak bergerak harus dilakukan dengan balik nama pada daftar umum). 

4. Mengenai kedaluarsa (verjarinng); benda bergerak tidak dikenal daluarsa, benda tak bergerak mengenal kadaluarsa.  5. Mengenai penyitaan (beslag); Revindicatior beslag adalah penyitaan untuk menuntut kembali suatu benda bergerak miliknya pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain. 

Benda Musnah bahwa objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum. Maka benda-benda yang dalam pemakaiannya akan musnah, kegunaan bendabenda itu terletak pada kemusnahannya. Misalnya : makanan dan minuman, kalau dimakan dan diminum (artinya musnah) baru memberi manfaat bagi kesehatan. ----------------------------------------------------------------------------------- 

Benda Tetap Ada. benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu musnah, tetapi memberi manfaat bagi pemakaiannya. Seperti : cangkir, sendok, piring, mobil, motor, dan sebagainya.-----------------------------------------  

Benda Dapat Diganti dan Tak Dapat Diganti. Pasal 1694, BW : pengambilan barang oleh penerima titipan harus in natura, artinya tidak boleh diganti oleh benda lain. Oleh karena itu, maka perjanjian pada penitipan barang umumnya hanya dilakukan mengenai benda yang tidak musnah. Bilamana benda yang dititipkan berupa uang, maka menurut Pasal 1714 BW, jumlah uang yang harus dlkembalikan harus dalam mata uang yang sama pada waktu dititipkan, baik mata uang itu telah naik atau turun nilainya. Lain halnya jika uang tersebut tidak dititipkan tetapi dipinjam menggantikan, maka yang menerima pinjaman hanya diwjibkan mengembalikan sejumlah uang yang sama banyaknya saja, sekalipun dengan mata uang yang berbeda dari waktu perjanjian (pinjam mengganti) diadakan.-------------------------------------------------------------------------------------  Benda Diperdagangkan. benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian. Jadi semua benda yang dapat dijadikan pokok perjanjian dilapangan harta kekayaan termasuk benda yang dipertahankan.---------------------------------Benda Tak Diperdagangkan. benda-benda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjin dilapangan harta kekayaan. --------------------------------- Asas-asas Kebendaan: 

a. Asas Individualitas. Yaitu objek kebendaan selalu benda tertentu, atau dapat ditentukan secara individual, yang merupakan kesatuan. Hak kebendaan selalu benda yang dapat ditentukan secara individu. Artinya berwujud dan merupakan satu kesatuan yang ditentukan menurut jenis jumlahnya. Contoh: rumah, hewan. 

b. Asas Totalitas. Yaitu hak kebendaan terletak diatas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan. Contoh: seorang memiliki sebuah rumah, maka otomatis dia adalah pemilik jendela, pintu, kunci, dan bendabenda lainnya yang menjadi pelengkap dari benda pokoknya (tanah). 

c. Asas Tidak Dapat Dipisahkan. Yaitu orang yang berhak tidak boleh memindah tangankan sebagian dari kekuasaan yang termasuk hak kebendaan yang ada padanya. Contoh: seseorang tidak dapat memindah tangankan sebagian dari wewenang yang ada padanya atas suatu hak kebendaan, seperti memindahkan sebagian penguasaan atas sebuah rumah kepada orang lain. Penguasaan atas rumah harus utuh, karena itu pemindahannya harus juga utuh. 

d. Asas Publisitas. Yaitu hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan di daftarkan dalam register umum. Contoh: pengumunam status kepemilikan suatu benda tidak bergerak (tanah) kepada masyarakat melalui pendaftaran dalam buku tanah/register.sedangkan pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu. 

e. Asas Spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Contoh Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.

f. Asas Zaaksvelog atau Droit de Suit (Hak Yang Mengikuti), artinya benda itu terus menerus mengikuti bendanya  di manapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. 

g. Asas Accessie/Asas Pelekatan. Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokok. Contoh: hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela. Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap mengikuti status hukum benda pokok. 

h. Asas Zakelijke Actie. Adalah hak untuk menggugat apabila terjadi gangguan atas hak tersebut. Misal: penuntutan kembali,gugatan untuk menghilangkan gangguangangguan atas haknya, gugatan untuk memulihkan secara semula, gugatan untuk menuntut ganti rugi, dll. 

i. Asas Hukum Pemaksa (dewingen recht). Bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur dalam UU. Aturan yang sudah berlaku menurut UU wajib dipatuhi atau tidak boleh disimpangi oleh para pihak. 

j. Asas Dapat DipindahTangankan. Yaitu semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan. Menurut perdata barat, tidak semua dapat dipindah tangankan(seperti hak pakai dan hak mendiami) tetapi setelah berlakunya undang-undang hak atas tanah UU-HT, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan.  Timbulnya Hak Kebendaan : 

a. Pendakuan (toeeigening), Yaitu memperoleh hak milik atas benda-benda yang tidak ada pemiliknya (res nullius). Res nullius hanya atas benda bergerak. Contoh: memburu rusa di hutan, memancing ikan dilaut, mengambil harta karun, 

b. Perlekatan (natrekking), yaitu suatu cara memperoleh hak milik, dimana benda itu bertambah besar atau berlipat ganda karena alam. Contoh: tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, seseorang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang dilahirkan dari induknya itu menjadi milinya juga, pohon berbuah, dll;                     

c. Daluarsa (verjaring), yaitu suatu cara untuk memperoleh hak milik atau membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang(pasal 1946 BW). Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu sebelumnya(misal karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu tiga tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan;  

d. Melalui penemuan. Benda yang semula milik orang lain, akan tetapi lepas dari penguasanya, karena misal jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang ditemukannya; 

e. Melalui penyerahan. Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan. Contoh: jual beli, sewa menyewa. Dengan adanya penyerahan maka title berpindah kepada siapa benda itu diserahkan; 

f. Pewarisan, yaitu suatu proses beralihnya hak milik atau harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya. Pewarisan dapat dibedakan menjadi dua macam: karena UU dan wasiat;  

g. Dengan penciptaan. Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya tersebut. Contoh: orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu. Demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, dan hak cipta. 

Hapusnya Hak Kebendaan : 

a. Bendanya lenyap/musnah. Karena musnahnya suatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap. Contoh: hak sewa atas rumah yang habis/musnah tertimbun longsor. Hak gadai atas sebuah sepeda motor ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran; 

b. Karena dipindahtangankan. Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang bersangkutan dipindahtangankan kepada orang lain;

c. Karena pelepasan hak(pemilik melepaskan benda tersebut) Pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara sengaja oleh yang memiliki hak tersebut. Contoh: radio yang rusak dibuang ke tempat sampah. Dalam hal ini, maka hak kepemilikan menjadi hapus dan bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut; 

d. Karena pencabutan hak. Penguasa public dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan syarat: harus didasarkan undang-undang, dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak).---------------------------------------------------------------------------- Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie(Wetboek van Strafrecht) Art. 372 : “Hij die opzettelijk eenig goed dat geheel of ten deele aan een ander toebehoort en dat hij anders dan door misdrijf onder zich heeft, wederrechtelijk zich toeeigent, wordt als schuldig aan verduistering, gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste vier Jaren of geldboete van ten hoogste zestig gulden”.  Terjemahan BPHN-RI : Barang siapa jang dengan sengadja dan dengan melawan hak mengambil barang, jang sama sekali atau sebagiannja djadi kepoenjaan orang lain, ja”ni barang jang dipegang orang itoe boekan karena kedjahatan, karena menggelapkan barang, dihoekoem pendjara selama-lamanja empat tahoen atau denda sebanjak-banjaknya enam poeloeh roepiah. Terjemahan R. Susilo 1953 : Barangsiapa dengan sengadja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang jang sama sekali atau sebagiannja  termasuk kepunjaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannja bukan karena kedjahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman pendjara setinggitingginja empat tahun atau denda setinggi-tingginja Rp 60 (enam puluh rupiah). Terjemahan S. R Sianturi 1983 : Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, dan yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara maksimum empat tahun atau pidana denda maksimum enam puluh rupiah. P. A. F. Lamintang 1995. Art. 372 : “Hij die opzettelijk eenig goed dat geheel of ten deele aan een ander toebehoort en dat hij anders dan door misdrijf onder zich heeft, wederrechtelijk zich toeeigent, wordt, als schuldig aan verduistering, gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste vier Jaren of geldboete van ten hoogste zestig gulden”. Terjemahan : Barangsiapa dengan sengaja menguasai secara melawan hak, suatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yang ada di dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dihukum karena salah telah melakukan penggelapan, dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah.-------------------------------------------------------------------------------  Art. 372 : 

UNSUR SUBJEKTIF : Pertama : “Barangsiapa”(manusia pendukung hak dan kewajiban hukum).  Kedua : “Dengan Sengaja” (melawan hukum bukan karena kelalaian). Ketiga : “Melawan Hak”(melawan hak atas penguasaan benda).------------------------------------------------------------------------- 

UNSUR OBJEKTIF :  Pertama : “menguasai benda bukan karena kejahatan” (pada mulanya penguasaan benda adanya hubungan keperdataan). Kedua : 

“menguasai benda secara melawan hak(pada akhirnya penguasaan benda melawan hak). Ketiga : “benda seluruh atau sebagian milik orang lain”(seluruh atau sebagian benda milik korban).------------------------------------------------------  

Art. 374 : Penguasaan Barang atau Benda oleh orang(pelaku delik) terkait dengan : Pekerjaannya atau Jabatannya atau Menerima Upah Uang. 

UNSUR SUBJEKTIF : Pertama : “Barangsiapa”(manusia pendukung hak dan kewajiban hukum) Pekerjaannya atau Jabatannya atau Menerima Upah Uang atas penguasaan barang atau benda secara melawan hak.-------------------------- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1956. “Tentang Prejudicieel Geschil”. Pasal 1 : Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang(hak kepemilikan atas benda atau barang) atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu(ikatan hubungan perkawinan) maka pemeriksaan perkara pidana dapat di pertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu. Pasal 2 : Pertangguhan pemeriksaan perkara pidana, ini dapat sewaktu-waktu dihentikan, apabila dianggap tidak perlu lagi. Pasal 3 : Pengadilan dalam pemeriksaan perkara pidana tidak terikat oleh suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak perdata tadi. ------------------------------------------------------------ Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 1980. Prejudicieel Geschil ada yang merupakan suatu “Question Prejudicielle a l ‘Action” dan ada yang merupakan suatu Question Prejudicielle au Jugement : 

1. Question Prejudicielle al ’Action adalah mengenai perbuatan perbuatan pidana tertentu yang disebut dalam KUHPidana (antara lain Pasal 284 KUHPidana); dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana.                 

2. Question Prejudicielle au Jugement menyangkut permasalahan yang diatur dalam Pasal 81 KUHPidana; pasal tersebut sekedar memberi kewenangan, bukan Kewajiban, kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan, menunggu putusan Hakim Perdata mengenai persengketan. Diminta perhatian, bahwa andaikan Hakim hendak mempergunakan lembaga hukum ini, Hakim pidana tidak terikat pada putusan Hakim Perdata yang bersangkutan seperti dinyatakan dalam Peraturan. 


Type and hit Enter to search

Close